Menulis, Sebuah Cara untuk Menyampaikan
Akhirnya punya waktu buat nulis lagi. Atau lebih tepatnya mau menyempatkan waktu buat nulis. Sebenarnya, meski sering diejek dipanggil penulis oleh teman-teman saya, saya ini bukan orang yang memiliki kemampuan alami buat nulis. Makanya update-an saya labil, dulu pas awal-awal semangat, tapi sekarang paling sebulan satu atau dua tulisan saja. Hmm benar-benar labil kayak orangnya.
Sebenarnya apa arti menulis buat saya? Apa tujuan saya buat blog? Di sini saya akan sedikit bercerita tentang hobi baru saya ini. Mengapa saya bilang hobi baru? Karena memang saya sejatinya bukan seseorang yang sejak kecil suka nulis. Saya lebih suka membaca. Meski bacaan saya juga hanya standar saja, seperti novel Harry Potter; komik Naruto, One Piece; atau majalah Bobo. Bukan bacaan yang luar biasa seperti buku pelajaran, ensiklopedia, atau buku-buku dengan bahasa yang berat yang susah saya mengerti. Hanya saja saya memang berhasil mempertahankan hobi saya tersebut sampai sekarang. Saya memang lebih senang membelanjakan uang saya untuk membeli buku daripada shopping baju atau sepatu. Makanya jangan heran kalau ketemu saya lagi mbolang sendirian di Gramedia Jogja hehehe..
Lalu mengapa saya tertarik untuk menulis? Ternyata itu adalah quote sederhana dari Raditya Dika:
“Kalau kamu suka baca, mulailah menulis. Suka nonton, mulai bikin video. Beranilah menjadi seorang pencipta, ketimbang hanya penikmat.” – Raditya Dika
Kalimat sederhana itu saya ingat selalu, dan bahkan saya jadikan judul blog pertama saya, Be Creator! Dan kalimat itu juga sejalan dengan motto hidup saya:
“Jangan hanya mengagumi karya orang lain. Cobalah buat karyamu sendiri yang bisa dikagumi orang lain.”
Menurut saya, ada dua tipe penulis berdasarkan tulisan yang dihasilkannya klasifikasi ini saya buat sendiri. Yang pertama adalah penulis fakta, tulisan yang mereka hasilkan merupakan tulisan-tulisan yang memuat sebuah fakta yang dihasilkan dari serangkaian metode tertentu, contohnya seperti karya tulis, paper, jurnal, berita, dan lain-lain. Sedangkan saya sendiri adalah penulis tipe kedua, yaitu penulis imajinatif, yang menulis berdasarkan apa yang ada di pikiran saya. Contoh tulisan yang dihasilkan berupa opini, cerpen, dan tulisan random lainnya. Keduanya memang sama-sama penulis, namun belum tentu tipe pertama bisa menghasilkan sebuah tulisan imajinatif, dan begitu juga sebaliknya. Saya adalah contoh nyatanya, saya merasa kesulitan untuk menulis tulisan ilmiah dan sejenisnya, atau lebih tepatnya karena saya tidak begitu suka dengan tulisan tipe tersebut.
Banyak yang berpikir jika penulis ‘pintar’ adalah yang papernya juara di berbagai kompetisi, atau mampu membuat jurnal internasional, dan sebagainya. Maka jika demikian, mungkin saya ini bukan penulis ‘pintar’. Saya hanya seorang mahasiswa yang kebetulan suka berkhayal dan menuangkannya lewat tulisan. Saya hanyalah orang yang kesusahan menyampaikan pikiran lewat lisan, sehingga sebagai gantinya saya tuangkan lewat tulisan.
“Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.” – Premoedya Ananta Toer
Saya tidak suka terikat. Sebagai contoh, meski dua artikel saya pernah dimuat di Hipwee, saya tidak pernah berpikir untuk menjadi penulis tetap di situs tersebut. Pun ketika kakak angkatan saya menawarkan agar saya mencoba menulis kegiatan UKM saya di majalah tentang ternak, saya tidak tertarik. Menulis bagi saya adalah sebuah bentuk refreshing. Kata orang, jadikanlah hobimu itu pekerjaanmu, maka kamu akan selalu merasa bahagia dengan pekerjaanmu. Lantas, jika suatu hari kita bosan, kita mau lari ke mana? Yap, semua orang punya pendapatnya sendiri, dan bagi saya, biarlah menulis tetap menjadi sebuah hobi.
“Menulis adalah suatu cara untuk bicara, suatu cara untuk berkata, suatu cara untuk menyapa – suatu cara untuk menyentuh seseorang yang lain entah dimana.” – Seno Gumira Ajidarma
Meski begitu, kadang saya sadar, bahwa saya juga mengharapkan hal lain selain fun dari menulis. Sebagai contoh mengikuti sebuah kompetisi. Menulis saya berubah dari refreshing menjadi untuk menang. Hal tersebut sejujurnya membuat kualitas tulisan saya menurun. Kalau itu terjadi, saya akan melamun, kemudian teringat sesuatu.
Ada seorang tokoh anime favorit saya, Kaori Miyazono dari Your Lie in April. Dia adalah seorang pemain biola. Baginya musik adalah kebebasan. Ketika bermain musik, dia mengabaikan partitur dan bermain musiknya sendiri. Baginya, musiknya berhasil bukan ketika dia menang di concour, tapi ketika penampilan musiknya mampu diingat oleh penontonnya, dan musik itu sampai ke orang yang dia tuju. Begitu juga dengan tulisanku.
Memenangkan sebuah kompetisi adalah bonus. Tapi tulisanku adalah sebuah kebebasan. Tulisanku tidak berisi sebuah fakta yang dapat merubah dunia. Tulisanku adalah media untuk menumpahkan cerita. Bahagiaku sederhana, ketika tulisanku sampai ke orang tuaku, ke mbak Dini, ke Avita, ke HSTP, dan mereka orang-orang yang berharga bagiku.
Apakah sampai? Tentu saja aku harap tulisanku ini sampai kepada mereka yang berharga untukku 🙂