To be Different, Start Think Different and Jump Out of Your Box!
Tanpa terasa tiga tahun telah berlalu. Rasanya baru kemarin mengikuti PPSMB Palapa yang flash mob tari sajojonya memecahkan rekor MURI. Mengenakan atribut yang aneh-aneh yang rasanya geli kalau mengingatnya. Tahun pertama di Kedokteran Hewan yang dipenuhi praktikum anatomi yang luar biasa banyaknya. Tahun-tahun selanjutnya yang juga berisi praktikum serta laporan yang menghabiskan berlembar-lembar kertas folio dan begadang demi mengerjakannya. Tak terasa kini sudah di tahun keempat, tahun terakhir.
Banyak hal yang sudah saya rasakan selama ini, mulai dari pengalaman organisasi, kepanitiaan, menjadi asisten lab, exchange ke Jepang, dan pengalaman-pengalaman baru lainnya yang tidak saya dapat dulu waktu SMA. Dan kalau dipikir-pikir saya ini amat beruntung bisa merasakan semua itu.
Ada banyak jenis mahasiswa di kampus saya. Mahasiswa ‘kupu-kupu’ yang kerjaannya kuliah-pulang-kuliah-pulang, tipe ini biasanya mereka yang study oriented jadi mereka jarang nongkrong, paling kalau nongkrong di perpustakaan. Lalu ada juga tipe ‘kura-kura’ atau kuliah-rapat-kuliah-rapat, tipe ini berisikan mereka yang aktif di UKM dan berbagai kepanitiaan sehingga kerjaannya tiap hari rapat mulu. Selain dua jenis makhluk tadi, ada juga mahasiswa hitz yang tiap hari nongkrong demi update foto di akun instagramnya, dan mahasiswa bayangan alias mahasiswa yang kerjaannya TA (Titip Absen), serta berbagai jenis mahasiswa yang sebenarnya unik dan menarik untuk dibahas. Saya sendiri tipe yang mana?
Awalnya, di tahun pertama saya masih membawa sifat dari SMA, yaitu P3K (Pemalu, Pendiam, Penyendiri dan Kalem). Saya bukan orang yang mudah bergaul dan masuk ke komunitas tertentu, sehingga saya jarang nongkrong di kampus, dan memilih menjadi mahasiswa ‘kupu-kupu’, yang di kost pun kerjaannya cuma tidur dan melamun.
Tahun berikutnya sebenarnya juga tidak banyak berubah. Meski saya bergabung ke sebuah UKM yang bernama HSTP atau Himpunan Studi Ternak Produktif, dengan harapan sifat P3K saya bisa sedikit berkurang, nyatanya tidak semudah itu. Saya hanya males-malesan di sana, ikut kumpul dan rapat kadang-kadang, dan tetap lebih senang pulang buat tidur dan melamun di kost.
Namun semua berubah ketika masuk ke semester 4.
Semua dimulai ketika saya, yang di HSTP sebenarnya jarang terlihat, tiba-tiba ditunjuk menjadi staff PSDM. Saya yang tidak mengetahui apa yang terjadi melihat adanya perubahan pada takdir hidup saya, dan saya pun menerima ajakan tersebut. Sampai sekarang, di tahun keempat ini saya masih terjebak dengan takdir tersebut, karena saya menjadi Kepala Biro PSDM di HSTP. Selain sebagai Kabir PSDM, saya juga mendapat kesempatan menjadi asisten di laboratorium Kesmavet FKH UGM, yang menyebabkan saya yang tadinya ‘kupu-kupu’ bertransformasi menjadi ‘kura-kura’.
Ada banyak pertanyaan ketika saya menjalani takdir saya. Entah pertanyaan dari diri saya sendiri, atau dari orang lain. Seperti, sekarang jadi lebih sibuk? Ya, tentu saja. Bisa bagi waktu? Masih belajar sih. Jadi jarang main? Nggak sama sekali, malah jadi punya temen main, lagian dulu juga jarang main cuma di kost aja. Menyesal? Tidak.
Tergabung dalam sebuah organisasi butuh komitmen, yang mau tidak mau harus kita perhatikan di atas kepentingan pribadi kita. Kuliah tetap yang utama, karena bagaimanapun itu merupakan pertanggungjawaban saya ke orang tua. Banyak yang bilang kalau mahasiswa yang aktif organisasi itu biasanya akademiknya tidak begitu bagus. Hmm, sejujurnya saya pernah mengalami fase itu, dimana akademik saya mengalami penurunan. Tapi naif kalau saya menyalahkan organisasi sebagai penyebab penurunan prestasi. Organisasi dan akademik adalah hal yang berbeda, dan orang yang terlibat di keduanya harus bisa untuk memisahkannya. Artinya, jika kita memilih untuk aktif di organisasi tapi tidak ingin prestasi menurun, maka kita sendirilah yang harus belajar membagi waktu agar bisa adil di keduanya.
Saya sering merasa iri dengan teman-teman saya yang selo karena tidak ada tanggungan selain kuliah, tapi alhamdulillah saya lebih sering bersyukurnya. Bagi saya, organisasi di kampus sudah menjadi keluarga, karena disana berisi orang-orang yang sama-sama belajar. Esok jika saya sudah bekerja, mungkin akan sulit menemukan organisasi yang sama, karena semua akan dilandasi demi kepentingan tertentu. Saya mungkin kehilangan waktu untuk nongkrong, tapi saya punya kesempatan untuk menjadi ketua acara, koordinator sie acara, humas, dan lain-lain. Saya kehilangan waktu tidur, karena waktu saya dipergunakan untuk memecahkan sebuah masalah di suatu acara. Jujur saja, hidup saya lebih menyenangkan dan ada tantangannya.
Keluar dari zona nyaman itu tidak mudah, tapi jika bisa melakukannya, maka kita akan mendapatkan hasil yang luar biasa. Bisa saja dulu saya tetap bertahan di zona ‘kupu-kupu’, tapi saya memilih menjadi ‘kura-kura’. Prinsip itu juga yang melandasi saya untuk mendaftar ke salah satu program exchange ke Jepang, yaitu SUIJI-SLP. Saya merasa bosan dengan kegiatan saya yang begitu-begitu saja, saya ingin mencari pengalaman baru ke luar negeri. Dan alhamdulillah Allah memberi saya kesempatan.
Banyak orang yang terjebak dalam zona nyaman mereka, dan mereka pun menjadi orang yang biasa-biasa saja. Saya memilih keluar. Meski jika dibandingkan dengan mapres UGM atau mahasiswa-mahasiswa lain yang prestasinya luar biasa, saya jelas bukan apa-apa. Tapi bagi saya, mampu keluar dari zona nyaman, mampu melakukan perubahan yang lebih baik dalam diri saya, adalah salah satu prestasi terbaik yang saya lakukan dalam hidup saya.
Sebagai penutup, saya akan menceritakan curhatan saya saat ini di tahun terakhir. Seperti halnya mahasiswa tingkat akhir lainnya, salah satu momok yang dihadapi pada fase ini adalah skripsi selain momok lain yaitu pertanyaan kapan nikah. Begitu juga dengan saya. Bedanya, saat semua orang pengen cepat-cepat selesai, saya ini tipe yang santai. Saya malah iseng-iseng ikut lomba menulis cerpen, lomba blogging, dan lain-lain. Selain soal skripsi, saya kepikiran buat KKN di luar Jawa, sehingga mungkin akan wisuda tidak bareng sebagian besar teman saya. Saya ingin ambil program exchange lagi tahun depan, yang mungkin resikonya saya akan telat koas. Saya yakin, banyak yang berpikir saya ini aneh. Bukannya bagus? Kalau saya punya pikiran yang sama dengan orang lain, maka saya akan berakhir sama juga dengan mereka. Tapi saya ingin berbeda, agar saya jadi orang yang tidak biasa juga.